Kata ”koto” berasal dari bahasa sansekerta “âkutaâ” yang berarti suatu tempat yang diperkuat untuk menahan serangan musuh. pada masa dahulu di diminangkabau, koto dipagar dengan bambu berduri dan adakalanya dilingkari dengan tanah dan batu sedangkan tuo berarti tua.
Menurut cerita turun temurun, tersebutlah Dt Simarajo bersama anggota rombongannya datang dari Pagaruyuang melalui Tanjung Alam, Tungka, Situjuah dan terus ke Koto Nan Ampek dengan tugas mencari kerbau bertanduk emas kepunyaan kerajaan Pagaruyuang. setelah letih berjalan, rombongan tersebut sampai pada ujung tanjung, diperkirakan di Kayu Gadang tempat Kantor Wali Nagari lama. Selanjutnya, rombongan ini terbentur meneruskan perjalanan karena menghadapi rawa yang tidak mungkin dilalui oleh kerbau.
Rombongan berbalik sambil melihat ke kiri dan ke kanan, berharap kerbau yang dicari sedang berkubang di rawa. Selanjutnya, rombongan berbelok ke kanan dan dalam perjalanan bertemu sebuah selokan/ “banda” (minang) yang sekarang disebut “titian tukaran golang” (Masjid Al Ikhlas Pulutan).
Setelah lelah mengelilingi rawa dan tidak berhasil mencari kerbau yang hilang, rombongan sampai disuatu dataran dan berhenti melepaskan lelah. tanah yang datar ini kemudian dikenal dengan nama “ikue koto”. Perjalanan dilanjutkan memasuki koto dan bertemulah dengan seorang yang sedang asyik menebang, dan membabat hutan, dan ternyata orang tersebut bernama Dt.Mamangun bersama kemenakannya yang telah mendirikan taratak (pemukiman awal), hari-hari berikutnya, berdatangan pula penduduk dari berbagai penjuru ke taratak yang dibangun oleh Datuk Mamangun, maka semakin ramailah taratak ini, yang didiami oleh berbagai kelompok suku, (Bendang Mandahliang, Bodi Caniago, Pitopang dan pesukuan Koto sembilan) dan masing-masing kelompok suku memiliki penghulu. selanjutnya berkembanglah taratak ini menjadi dusun dan akhirnya menjadi koto yang diberi nama Koto Tuo dan terbentuk pulalah empat orang datuk keempat suku yang akan memimpin masing-masing pesukuannya.
Selanjutnya, untuk menentukan “penghulu pucuak” dari seluruh penghulu yang ada menurut kepantasannya, Datuk Mamangunlah yang paling patut karena beliaulah penghulu yang pertama kali membangun taratak. namun Datuk Mamangun tidak membawa perlengkapan kepenghuluan dari Pagaruyung, sehingga tidak memungkinkan beliau untuk menjadi “penghulu pucuak”, sedangkan Datuk Simarajo sengaja membawa peralatan kepenghuluan selengkapnya. dan atas kesepakatan kedua penghulu tertua di KotoTuo ini, didahulukanlah selangkah dan ditinggikan seranting Datuk Simarajo dengan jabatan “penghulu pucuak”.
Di Jorong Koto Tuo memiliki empat orang datuk keempat suku yaitu Dt.Rangkayo Bosa (Bendang), Dt. Majo Indo (Sambilan ), Dt. Majo Adie (Pitopang), Dt. Prapatiah Nan Sabatang (Bodi ) dan sekarang balipek dibawa oleh Dt. Patiah Baringek (Bodi).
Dengan semakin berkembangnya daerah, meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan yang semakin meningkat maka wilayah/ daerah koto ini semakin bertambah luas untuk memperluas areal sawah dan ladang, yaitu dengan dibangunnya Koto Pulutan, di Pulutan terdapat daerah yang dahulunya banyak ditumbuhi pulut-pulut. Setiap orang yang melewati daerah tersebut, pulut-pulut selalu menempel dicelananya. Konon kabarnya setiap burung Enggang yang melintasi wilayah ini selalu jatuh. Karena daerah tersebut banyak ditumbuhi pulut-pulut dan ditemukan ada burung Enggang jatuh, maka masyarakat setempat menamai daerah itu pada awalnya dengan ‘Pulutan Enggang’. Dan pada jorong Pulutan memiliki empat orang datuk keempat suku Dt. Sipat Rajo (Pitopang), Dt. Mangkuto Sinaro (Koto Sambilan), Dt.Majo Kayo (Bodi Caniago) dan Dt. Paduko Marajo (Bendang), atas persetujuan Datuk Simarajo.
Masyarakat semakin banyak juga membuat persawahan dan perladangan didaerah yang mempunya hamparan tanah yang merontang (terbentang) akhirnya daerah tersebut dinamakan dengan ‘Padang Rontang’.
Koto Tuo semakin berkembang masyarakat yang baru datang dari Payobasung, Pilubang, dan Taram kemudian membuat taratak dan Koto Aur Kuniang. Koto Aur Kuniang yang dahulunya merupakan tempat dipatikan/ditetapkannya ketentuan-ketentuan hukum adat oleh Datuk Simarajo sebagai “Pucuak” yang menetapkan tiga orang datuk keempat suku di Tanjung Pati: Dt.Ajo Nan Bosa (Bendang), Dt. Sindo (Pitopang ), Dt. Kirayiang (Sambilan ) karena Dt. Kirayiang telah punah dibawa oleh Dt. Bagindo Saik (Sambilan, Piliang) dan seorang datuk keempat suku di Padang Rontang Dt. Mangkuto Bosa (Sambilan, Koto). Keputusan Datuk Simarajo itu dikukuhkan/ dipatikan di Koto Aur Kuniang dan sekaligus merubah nama Koto Aur Kuning menjadi “Tanjung Pati”. Perubahan nama menjadi Tanjung Pati disebabkan karena disanalah dipatikan atau dikukuhkan keberadaan keempat suku Tanjung Pati dan Padang Rontang.
Dan untuk pemberian nama nagari, sepakatlah ninik mamak untuk memberi nama dengan nama “Koto Tuo” (koto yang paling tua ) yang diambil dari “salah satu nama koto dari empat koto yang ada“ sehingga Koto Tuo, Pulutan Engang, Padang Rontang , Tanjuang Pati dan koto yang tertua terbentuklah nagari yang bernama “Koto Tuo”.
Secara geneologis, mereka mempunyai hubungan kekeluargaan yang sangat luas selain dari perhubungan karena kelahiran, mereka juga bertaut rapat dengan kekeluargaan sehindu. Yang disebut dengan keluarga sehindu itu, ialah kumpulan keluarga yang berasal dari seorang nenek perempuan yang kemudian menjadi berkembang biak. Perhinduan yang terpecah menjadi buah perut, dikumpulkan menjadi satu perut dan disebut dengan keluarga sepayung. Di atas itu ada lagi hubungan kekeluargaan yang disebut dengan seniniak.
Gabungan dari beberapa buah payuang atau niniak, menjadi suatu persukuan. Akhirnya, barulah terdapat masyarakat bernagari. Berkaitan dengan sebutan bernagari bagi masyarakat adalah suatu wilayah yang telah tumbuh hubungan geneologis dan teritorial, artinya geneologis adalah suatu nagari yang disusun berdasarkan keturunan yang menurut garis ibu.
Sementara nagari yang disusun menurut teritorial adalah meliputi taratak, pakandangan, dusun dan akhirnya koto. Dalam hal ini sebuah petitih Minangkabau membayangkan susunan masyarakat nagari dengan: “anggari bakarek kuku, dikarek jo pisau sirauik, kaparauik batuang tuo, tuonyo elok kalantai, nagari bakaampek suku, dalam suku babuah paruik, kampuang dibari batuo, rumah dibari batunganai “
Kumpulan dari kesatuan kelompok garis keturunan disebut dengan suku. Ada lagi lain kesatuan yang juga dinamakan suku, yaitu kelompok kaum yang disebut sebagai anak suku, atau suku kecil. Dengan terbentuknya anak suku, maka suku asal disebut suku besar atau suku induk. Suku besar ialah suku sederhana yang mempunyai hubungan dengan satu atau lebih anak suku. Anak suku mempunyai nama sendiri dan selamanya mempunyai hubungan dengan induk suku. Jika anak suku memutuskan hubungan dengan induk sukunya, barulah nama suku induk tidak dipakai lagi.
Di Luhak Limapuluh Kota, ada yang menyebut suku yang terdiri dari gabungan beberapa suku (suku komposit) dan pada taraf tertentu, berdiri sendiri dan merupakan bersama sama satu kebulatan yang lazimnya disebut dengan sudut, dimana pada setiap sudut mempunyai pemimpin sendiri, seorang pucuk keempat suku. Yang menariknya adalah suku-suku yang mempunyai gabungan lebih dari empat suku, penghulu pucukpun dinamakan penghulu keempat suku juga.
Marilah kita lihat suku komposit ( sudut ) yang ada di Lima Puluh Kota:
Sementara suku komposit (sudut ) dinagari Koto Tuo adalah :
Tabel 2.1.
Nama gelar kebesaran penghulu di setiap Balai di Nagari Koto Tuo
BALAI |
SUDUIK /SUKU |
GELAR |
JABATAN |
KOTO TUO |
BENDANG MANDAHILIANG |
|
|
|
Bendang |
Dt. Simarajo |
Penghulu Pucuak |
|
Bendang |
Dt.Rajo Mamangun |
Tuo Kampuang |
|
Mandahiliang |
Dt.Rangkayo Bosa |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Bendang |
Dt.Majo Bosa |
Penghulu Kampuang |
|
Mandahiliang |
Dt. Lelo Anso |
Penghulu Kampuang
|
|
Melayu |
Dt.Ajo malano Nan Babawuak |
Penghulu Kampuang |
|
Melayu |
Dt. Ajo Malano Nan Panjang |
Penghulu Kampuang |
|
Bendang |
Dt. Ajo Bosa*) |
Penghulu Kampuang |
|
Bendang |
Dt.Tan Marajo*) |
Penghulu Kampuang |
|
Bendang |
Dt.Majo Indo Bosa*) |
Penghulu Kampuang |
Bendang |
Dt.Sinaro Gayue*) |
Penghulu Kampuang |
|
|
Bendang |
Dt. Paduko Rajo*) |
Penghulu Kampuang |
|
Bendang |
Dt.Paduko Bosa*) |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
SAMBILAN |
|
|
|
Tanjuang |
Dt. Majo Indo |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Koto |
Dt. Paduko Alam |
Penghulu Kampuang |
|
Piliang |
Dt.Tung Godang |
Penghulu Kampuang |
|
Payobada |
Dt.Putiah |
Penghulu Kampuang |
|
Koto |
Dt. Sinaro Garang |
Penghulu Kampuang |
|
Koto |
Dt. Sinaro Panjang |
Penghulu Kampuang |
|
Tanjuang |
Dt. Tan Bagindo |
Penghulu Kampuang |
|
Piliang |
Dt. Gindo Simarajo |
Penghulu Kampuang |
|
Piliang |
Dt. Paduko Sinaro |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
Pitopang |
Dt. Majo Adie |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Pitopang |
Dt. Maro Sati |
Penghulu Kampuang |
|
Pitopang |
Dt. Ajo Mangkuto |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
BODI CANIAGO |
|
|
|
Bodi |
Dt. Patiah Baringek |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Bodi |
Dt. Majo Gamuak
|
Penghulu Kampuang |
|
Bodi |
Dt.Patiah Nan Sabatang*) |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
PULUTAN ENGGANG |
SAMBILAN |
|
|
|
Koto |
Dt.Mangkuto Sinaro |
Penghulu Ka IV Suku |
Koto |
Dt. Mangkuto Nan Panjang |
Penghulu Kampuang |
|
|
Koto |
Dt. Mangkuto Kayo |
Penghulu Kampuang |
|
Koto |
Dt. Ajo Lelo*) |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
PITOPANG |
|
|
|
Pitopang |
Dt. Sipat Rajo |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Pitopang |
Dt. Andiko Nan Rajo |
Penghulu Kampuang |
|
Pitopang |
Dt. Andiko Nan Putiah |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
BENDANG MANDAHILIANG |
|
|
|
Bendang |
Dt. Paduko Marajo |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Bendang |
Dt. Ajo Nan Bosa |
Penghulu Kampuang |
|
Bendang |
Dt. Dirajo*) |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
BODI CANIAGO |
|
|
|
Bodi |
Dt.Majo Kayo |
Penghulu Ka IV Suku |
|
|
|
|
TANJUANG PATI |
SAMBILAN |
|
|
|
Piliang |
Dt. Bagindo Said |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Piliang |
Dt.Kirayiang Nan Mudo
|
Penghulu Kampuang |
|
Piliang |
Dt. Rajo Alam Nan Tuo
|
Penghulu Kampuang |
|
Piliang |
Dt.Rajo Alam Nan Putiah
|
Penghulu Kampuang |
|
Koto |
Dt.Mangkuto Alam |
Penghulu Kampuang |
|
Tanjuang |
Dt. Dalimo |
Penghulu Kampuang |
|
Piliang |
Dt. Katumangungan |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
BENDANG MANDAHILIANG |
|
|
|
Bendang |
Dt. Ajo Nan Bosa |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Bendang |
Dt. Mangkudun*) |
Penghulu Kampuang |
|
Bendang |
Dt. Bandaro*) |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
PITOPANG |
|
|
|
Pitopang |
Dt. Sindo |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Pitopang |
Dt. Paduko Tan Kayo |
Penghulu Kampuang |
|
Pitopang |
Dt. Tundiko |
Penghulu Kampuang |
|
Pitopang |
Dt.Majo Dirajo |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
SAMBILAN |
|
|
Padang Rontang |
Koto |
Dt. Mangkuto Bosa |
Penghulu Ka IV Suku |
|
Piliang |
Dt. Indo Marajo |
Penghulu Kampuang |
|
Piliang |
Dt. Gindo Malano |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
BENDANG MANDAHILIANG |
|
|
|
Bendang |
Dt.Paduko Nan Hitam |
Penghulu Kampuang |
|
Mandahiliang |
Dt.AjoLelo |
Penghulu Kampuang |
|
Mandahiliang |
Dt. Bosa Nan Panjang |
Penghulu Kampuang |
|
|
|
|
|
BODI CANIAGO |
|
|
|
Bodi |
Dt. Rangkayo Mulie |
Penghulu Kampuang |
Sumber : KAN Nagari Koto Tuo Kecamatan Harau.
Wawancara dengan :Darnel Yones Dt.Simarajo , M.Salmen Dt.Patiah Baringek, M.Nasir Dt. Tung Godang, Syukri Dt.Rangkayo Bosa
*) Talipek
Sumber Artikel:
Dokumen RPJM Nagari Koto Tuo Periode 2022 - 2028